suaramerdeka-purbalingga.com – Sastrawan Ahmad Tohari berkisah tentang awal mula dia merantau ke Jakarta. Di desanya, Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, tidak ada pekerjaan yang dikuasai.
“Macul tidak bisa, ngarit tidak bisa. Akhirnya oleh orang tua disarankan merantau,” katanya di sela-sela Peluncuran Buku “Cahaya di Tengah Kegelapan” dari Ikatan Penulis Anyar Banyumas (IPAB).
Dia kemudian melamar di salah satu surat kabar, diterima. Lalu mencoba mengirim naskah ke penerbit, lalu diterima dan dari situ dia mulai aktif menulis.
Dia terkenang, saat berusia 17 tahun pergi ke hutan sambil membawa senapan. Tiba-tiba terdengar suara gemericik air.
Setelah didekati, suara tersebut merupakan suara dari perempuan cantik yang sedang mandi.
“Sampai sekarang saya masih mengingat tentang keindahan tubuh perempuan itu. Ternyata perempuan itu adalah penari Ronggeng. Itulah yang melatarbelakangi saya menulis novel Ronggeng Dukuh Paruk,” katanya di Gubug Carablaka Rumah Sastra Ahmad Tohari, Minggu (29/12/2024).
Di luar itu, dia mengapresiasi buku antologi cerpen yang diluncurkan oleh IPAB. Dia berpesan agar tetap produktif dan terus memperkaya wawasan dengan banyak membaca.
Antologi cerpen “Cahaya di Tengah Kegelapan” merupakan hasil karya 12 anggota IPAB. Antara lain Asih Leta, Sugi the Rich Man, Resti D Mulyani, Endah Patimah, termasuk penulis termuda, D’Artha, yang baru berusia 9 tahun
Acara dihadiri oleh para anggota IPAB, baik kontributor maupun non-kontributor, Kreator Seniman Banyumas (KSB)
Ketua IPAB @ipab.banyumas , Heru Siswanto, mengutip ungkapan Latin “Quia scribo, ergo sum” (Karena menulis maka aku ada), sebagai pengingat akan pentingnya literasi.
CEO SIP Publishing @sippublishing , Indra Defandra, menyampaikan harapannya agar kerjasama dengan IPAB terus berlanjut.***